Masih Parsial dan Sektoral, Perlu Payung Hukum Komprehensif Soal Pengelolaan Ruang Udara
PARLEMENTARIA, Surabaya – DPR RI tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Ruang Udara sebagai respons atas belum adanya regulasi menyeluruh yang mengatur pemanfaatan ruang udara nasional. Saat ini, pengaturannya masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersifat parsial dan sektoral, sehingga berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan serta disharmoni antar-lembaga.
Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI, Amelia Anggraini, menilai kondisi ini perlu segera ditangani melalui pembentukan payung hukum yang komprehensif. Hal itu ia sampaikan saat memimpin Kunjungan Kerja Pansus RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR RI di Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/7/2025).
“Ketidakselarasan regulasi berdampak pada munculnya konflik dan permasalahan, seperti tumpang tindih antara wilayah sipil dan militer, pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing, hingga minimnya koordinasi dalam kegiatan olahraga dirgantara, penggunaan drone, serta penanggulangan asap lintas wilayah,” ujar Amelia.
Ia menjelaskan bahwa beberapa undang-undang yang selama ini mengatur ruang udara tersebar dalam peraturan seperti UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, hingga UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Masing-masing mengatur dari sudut kepentingan sektoralnya, namun belum terintegrasi dalam satu kerangka hukum nasional.
Maka dari itu, DPR RI mendorong penyusunan RUU Pengelolaan Ruang Udara agar ruang udara Indonesia dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan, baik dari aspek perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, maupun pengawasan.
“Pengelolaan ini harus menjadi bagian dari upaya terpadu yang mencakup seluruh lapisan ruang, baik darat, laut, ruang udara, hingga bawah permukaan, guna menjamin kedaulatan, keselamatan penerbangan, dan kepentingan nasional,” terang Politisi Fraksi NasDem tersebut.
Dalam forum itu, Amelia juga menyoroti perkembangan signifikan aktivitas penerbangan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, jumlah penerbangan mengalami lonjakan dari sekitar 454 ribu menjadi lebih dari 1 juta keberangkatan dalam satu periode.
“Bahkan, International Air Transport Association (IATA) memperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi pasar penerbangan domestik keempat terbesar di dunia pada tahun 2030,” imbuhnya.
Amelia berharap kunjungan kerja ini dapat menjadi bagian dari partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation) dalam proses penyusunan RUU. DPR, lanjutnya, berkomitmen menjadikan aspirasi para pemangku kepentingan sebagai masukan substansial dalam merumuskan pengelolaan ruang udara yang adaptif dan berorientasi jangka panjang.
Diketahui, RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2024, dan menjadi salah satu RUU yang di-carry over ke Prolegnas Tahun 2025 untuk diprioritaskan pembahasan dan penyelesaiannya. (hal/rdn)