Sejarah

Sejarah Singkat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Nasional

 

Ide keberadaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) untuk pertama kali  dikemukakan dalam Seminar Hukum Nasional III di Surabaya 1974. Seminar tersebut merekomendasikan bahwa “perlu adanya suatu kebijakan nasional untuk mulai menyusun suatu Sistem JDIH, agar dapat secepatnya berfungsi”. Penegasan tersebut dikeluarkan karena didorong oleh keberadaan dokumentasi dan perpustakaan hukum di Indonesia pada saat itu kurang mendapat perhatian.

 

Hasil dari Seminar Hukum Nasional III tersebut, maka Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) memprakarsai beberapa pertemuan lokakarya, yang diantaranya dilaksanakan di Jakarta (1975), Malang (1977) dan Pontianak (1977) dengan agenda pokok membahas kearah terwujudnya Sistem JDIH serta menentukan program-program kegiatan untuk mendukung terwujudnya dan terlaksananya pemikiran yang dicetuskan dalam Seminar Hukum Nasional III di Surabaya 1974.

 

Pada 1978, dalam sebuah lokakarya yang diselenggarakan di Jakarta, menyepakati bahwa Pusat JDIH berskala nasional adalah BPHN, sedangkan anggotanya adalah Biro-biro Hukum pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Tingkat I (berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999). Namun, karena dalam pelaksanaannya hanya berdasar pada kesepakatan bersama, dan belum ada landasan hukum yang mengikat, maka Sistem JDIH belum dapat berjalan dengan efektif. Sejak itu, dimulailah perjuangan dari beberapa instansi yang merasa telah siap, dengan melakukan aktifitas yang mendukung, membentuk koordinasi struktur organisasi, menyusun perencanaan program kegiatan, mewujudkan sarana fisik, mengumpulkan koleksi peraturan, melatih dan mendidik sumber daya manusia berkaitan dengan Sistem JDIH, serta menyusun anggaran untuk semua kegiatan diatas.

 

Setelah berbagai kegiatan yang mendukung munculnya Sistem JDIH berjalan lebih dari dua puluh tahun, maka pada 1999, Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 91 Tahun 1999 (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No.135) tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Nasional. Keputusan Presiden tersebut kemudian merupakan landasan hukum untuk lebih memacu dan mengembangkan Sistem JDIH ke arah yang lebih baik dan lebih maju untuk kepentingan bangsa dan negara.

 

Dengan ditetapkannya Keppres tersebut, maka keanggotaan JDIH ditambah seluruh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Pengadilan Tingkat Banding dan Tingkat Pertama; Pusat Dokumentasi pada Perguruan Tinggi di Indonesia; Lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman. 

 

Program pengembangan Sistem JDIH terus berkembang, maka pada 2012 Presiden telah menetapkan kembali tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012. Di dalam Peraturan Presiden tersebut, yang dimaksud dengan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, yang selanjutnya disingkat JDIHN adalah wadah pendayagunaan bersama atas dokumen hukum secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan, serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara lengkap, akurat, mudah dan cepat. Keberadaan sebuah wadah yang dapat menyajikan informasi hukum dan data produk hukum yang berlaku yang selalu diperbarui menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. Dokumentasi terhadap sebuah produk hukum menjadi kewenangan setiap instansi, baik pemerintah atau swasta, namun antar instansi tersebut perlu saling terintegrasi dalam memberikan informasi hukum yang benar.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional bertujuan untuk:

  1. menjamin terciptanya Pengelolaan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang terpadu dan terintegrasi di berbagai instansi pemerintah dan institusi lainnya;
  2. menjamin ketersediaan dokumentasi dan informasi hukum yang lengkap dan akurat, serta dapat diakses secara cepat dan mudah;
  3. mengembangkan kerja sama yang efektif antara Pusat jaringan dan Anggota jaringan serta antar sesame Anggota jaringan dalam rangka penyediaan dokumentasi dan informasi hukum; dan
  4. meningkatkan kualitas pembangunan hukum nasional dan pelayanan kepada publik sebagai salah satu wujud ketatapemerintahan yang baik, transparan, efektif, efisien, dan bertanggung jawab.

 

Dalam Pasal 4 Perpres No. 33 Tahun 2012,  Organisasi JDIHN terdiri atas Pusat JDIHN  dan Anggota JDIHN.  Sebagai Pusat JDIHN adalah Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM, sedangkan  Anggota JDIHN adalah Biro hukum dan/atau unit kerja yang tugas dan fungsinya menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan Dokumen Hukum pada:

  1. Kementerian Negara;
  2. Sekretariat Lembaga Negara;
  3. Lembaga Pemerintahan Non Kementerian;
  4. Pemerintah Provinsi;
  5. Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
  6. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi dan Kabupten/Kota.

 

Dalam Pasal 5 ayat (1) Perpres tersebut,  Pimpinan Instansi, wajib membentuk organisasi jaringan dokumentasi dan informasi hukum di lingkungannya.