Demi Cegah Overkapasitas, Komisi VII Dukung Moratorium Izin Pabrik Semen
PARLEMENTARIA, Kabupaten Bogor - Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyatakan dukungannya terhadap usulan moratorium izin baru bagi pembangunan pabrik semen di Indonesia. Ia menilai, kebijakan tersebut diperlukan untuk merespons persoalan overkapasitas yang telah lama menjadi tantangan utama di sektor industri semen nasional.
"Aspirasi dari pelaku industri untuk membatasi izin baru merupakan sinyal penting yang harus segera ditindaklanjuti oleh pemerintah. Sebab, pemberian izin baru tanpa perencanaan strategis hanya akan memperparah persaingan, menekan efisiensi, dan pada akhirnya merugikan sektor tenaga kerja,” ujar Saleh di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Senin (14/7/2025).
Oleh karena itu, Politisi Fraksi PAN itu memandang perlu adanya kebijakan tata kelola perizinan yang lebih terpusat, agar penilaian terhadap kebutuhan industri dilakukan secara menyeluruh dan seimbang. Menurutnya, dengan wewenang di tangan pemerintah pusat, perencanaan kapasitas dan pengembangan wilayah dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasional secara lebih objektif dan terukur.
"Moratorium bukan berarti menghentikan pertumbuhan industri ya, tetapi mengarahkan pertumbuhan agar lebih terorganisasi dan tidak menimbulkan dampak negatif seperti ketimpangan antarwilayah atau kelebihan pasokan. Pertumbuhan industri harus dibarengi dengan kendali regulasi agar sektor ini tetap sehat dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Selain soal kapasitas produksi, dalam kunjungan kali ini, Saleh juga menyoroti dampak sosial dan ekonomi dari pengelolaan industri semen. Menurutnya, ketidakseimbangan dalam rantai distribusi bisa berdampak pada para pelaku usaha kecil, distribusi tenaga kerja, hingga kelangsungan investasi.
"Karena itu, kebijakan moratorium dipandang sebagai bagian dari perlindungan terhadap stabilitas ekonomi masyarakat secara lebih luas. Nah melihat hal ini, tentu kami (Komisi VII DPR RI) akan terus mengawal arah kebijakan industri strategis seperti semen, melalui fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Khususnya kebijakan perizinan harus berbasis kebutuhan nyata, daya dukung wilayah, dan kepentingan rakyat secara langsung. Bukan semata karena dorongan investasi,” tutupnya. (hnm/aha)