Komisi I Optimistis RUU Penyiaran Segera Rampung di DPR Periode Ini

15-07-2025 / KOMISI I

PARLEMENTARIA, Jakarta — Komisi I DPR RI menyatakan optimistis revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran dapat diselesaikan dalam periode legislatif saat ini, meskipun pembahasannya telah berlangsung lebih dari satu dekade. Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono menegaskan komitmen tersebut saat memimpin Rapat Panja RUU Penyiaran dengan Kadin, Sahabat Peradaban Bangsa, dan AKKSI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (14/7/2025).

 

“Ini dimulai sekitar tahun 2012, sampai hari ini belum juga kunjung selesai tapi kita memang menargetkan di periode ini bisa segera rampung,” ujar Dave, sapaan akrabnya.

 

Ia juga menjelaskan, panjangnya proses revisi RUU Penyiaran salah satunya disebabkan oleh dinamika regulasi yang terus berkembang. Tercatat, rancangan undang-undang tersebut sudah mengalami perubahan substansi hingga tiga kali, termasuk akibat penyesuaian dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

 

“Kenapa RUU-nya belum selesai tapi sudah berubah tiga kali? Karena ada aturan induknya terakhir dengan RUU Ciptaker. Ada sejumlah hal yang berkaitan dengan multiplexing yang tadinya diatur di dalam RUU ini, tapi dikeluarkan lalu diatur di dalam undang-undang Ciptaker,” jelasnya.

 

Dave mengakui Komisi I DPR saat ini belum menetapkan secara spesifik target waktu penyelesaian. Namun demikian, ia memastikan substansi penting dalam revisi UU Penyiaran akan terus dibahas secara intensif agar dapat mengakomodasi perkembangan industri penyiaran dan platform digital.

 

Timeline-nya memang kita belum set (tetapkan), kenapa? Karena ini adalah perubahan ketiga akan RUU tentang penyiaran. Tapi kita optimistis bisa kita selesaikan di periode ini,” paparnya.

 

Dalam forum tersebut, Komisi I DPR juga menerima sejumlah masukan dari pemangku kepentingan, antara lain Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Serikat Perusahaan Pers Broadcasting (SPB), serta Asosiasi Kelembagaan Komunitas Siaran Indonesia (AKKSI). Sebagai informasi, Kadin mengusulkan perlunya persamaan perlakuan antara industri penyiaran konvensional dan penyelenggara platform digital.

 

Sementara SPB menekankan pentingnya penataan konten penyiaran positif di era multiplatform, dan AKKSI menyoroti soal etika penyelenggaraan penyiaran. Dengan beragam masukan ini, Politisi Fraksi Partai Golkar itu berharap revisi UU Penyiaran bisa memberikan kepastian hukum sekaligus mendorong terciptanya ekosistem penyiaran yang sehat, adil, serta relevan dengan kebutuhan zaman. (um/rdn)

BERITA TERKAIT
Kunjungan Dubes Suriah Perkuat Kerja Sama Antar-Negara
16-07-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi I DPR RI menerima kunjungan Duta Besar Suriah untuk Indonesia, (H.E) Abdul Monem Annan, untuk membahas...
Komisi I Undang Google, Meta, dan TikTok: Dalami Dampak Ekonomi Penyiaran Digital
15-07-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi I DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital...
Komisi I Tekankan 'Meaningful Participation' dalam Pembahasan Revisi UU Penyiaran
15-07-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi I DPR RI Junico B.P. Siahaan mengingatkan pentingnya pelibatan seluruh pemangku kepentingan dalam pembahasan revisi...
Adaptasi Zaman, Perlu Redefinisi Konsep ‘Siaran’ dalam Pembahasan RUU Penyiaran
15-07-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi I DPR RI Junico B.P. Siahaan menegaskan pentingnya melakukan redefinisi atas konsep “siaran” dalam revisi...