Pembahasan RUU KUHAP Live dan Terbuka: Ketua Komisi III Jelaskan 6 Miskonsepsi Utama

11-07-2025 / KOMISI III

PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI terus memberikan update terkait progres pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHAP) yang kini telah memasuki tahap perumusan dan sinkronisasi hasil Panja (Panitia Kerja) oleh Timus (Tim Perumus) dan Timsin (Tim Sinkronisasi) Komisi III DPR RI dan pemerintah.


Setidaknya, sejumlah 150 pasal telah disinkronisasi, disisir dan dirapihkan penulisannya pada Jumat (11/7/2025). Usai Rapat Panja tersebut, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman kembali menegaskan komitmen DPR RI terhadap transparansi dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi partisipasi publik.


"Kami ingin transparan dalam proses pembahasan ini, tidak seperti pembahasan undang-undang lain yang kadang dilakukan di hotel dan mengundang kecurigaan," ungkapnya kepada awak media, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Jumat (11/7/2025).


Ia menambahkan bahwa seluruh proses, termasuk pembahasan Daftar Inventarisir Masalah (DIM) terus disiarkan secara langsung dan dapat diakses melalui kanal YouTube resmi DPR RI. Ia pun mengakui masih adanya kendala dalam mengunggah setiap perubahan pasal secara langsung, mengingat kompleksitas penyusunan dan penomoran ulang pasal yang terus-menerus disisir oleh tim perumus dan tim sinkronisasi.


"Kami belum bisa mengunggah pasal yang diubah langsung, karena menunggu pasal-pasal lainnya selesai disisir dan dirapikan," jelasnya. Untuk itu, untuk menjamin transparansi, rapat tim perumus dan tim sinkronisasi, yang biasanya tidak disiarkan langsung, kini telah diminta untuk dilakukan secara live streaming.


Selain itu, pihaknya juga mengundang masyarakat dan rekan-rekan media untuk datang langsung mengikuti proses pembahasan, bahkan hingga bermalam, dengan fasilitas konsumsi yang disediakan.


Enam Poin Penting


Dalam kesempatan tersebut, Habiburokhman juga meluruskan enam poin krusial yang kerap menjadi sorotan publik:

 

  1. Penangkapan (Pasal 90): Kesepakatan penangkapan tetap 1x24 jam, sama dengan KUHAP lama, kecuali diatur lain oleh undang-undang khusus seperti undang-undang terorisme. Ini membantah isu perubahan menjadi 7x24 jam.
  2. Kewenangan Polri (Pasal 7 Ayat 5): KUHAP baru tidak menambah kewenangan Polri, bahkan mengurangi beberapa kewenangan dari KUHAP lama karena adanya penyidik dari institusi lain. Polri tetap menjadi penyidik utama, namun tidak ada penambahan kewenangan yang bersifat absolut.
  3. Tindak Lanjut Laporan (Pasal 23 Ayat 7): Berbeda dengan KUHAP lama yang tidak mengatur penanganan laporan yang tidak ditindaklanjuti, KUHAP baru lebih progresif. Pasal 23 Ayat 7 mengatur bahwa jika laporan tidak ditindaklanjuti dalam 14 hari, pelapor dapat melaporkan penyidik atau penyelidik kepada atasan atau pejabat pengawas.
  4. Hak Memilih Kuasa Hukum (Pasal 134): Isu bahwa tersangka tidak bisa memilih kuasa hukum dibantah oleh Habiburokhman, ia menjelaskan bahwa Pasal 134 huruf B KUHAP baru secara eksplisit menjamin hak tersangka untuk memilih, menghubungi, dan mendapatkan pendampingan advokat dalam setiap pemeriksaan. Pengaturan ini dinilai jauh lebih progresif dibandingkan KUHAP lama yang kerap menghalangi peran advokat.
  5. Syarat Penahanan (Pasal 93 Ayat 5): Syarat penahanan dalam KUHAP baru dibuat lebih terukur dibandingkan KUHAP lama yang hanya berdasarkan kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Dalam KUHAP baru, penahanan hanya dapat dilakukan jika ada upaya jelas seperti mengabaikan panggilan dua kali, memberikan informasi tidak sesuai fakta, menghambat proses, berupaya melarikan diri, merusak/menghilangkan barang bukti, mengulangi tindak pidana, terancam keselamatannya, atau mempengaruhi saksi.
  6. Kewenangan MA: Mahkamah Agung tetap memiliki kewenangan untuk menerapkan aturan hukum yang relevan untuk memutus sebuah perkara (judex facti)


Sementara itu, terkait penyadapan, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini kembali menegaskan bahwa tidak ada pengaturan penyadapan dalam RUU KUHAP ini. Isu penyadapan akan dibahas dalam undang-undang khusus terkait penyadapan yang nantinya juga akan melibatkan partisipasi publik.


"Penyadapan akan dibahas di undang-undang khusus terkait penyadapan. Nanti prosesnya panjang lagi itu. Kita uji publik, minta partisipasi masyarakat. Tidak ada pengaturan penyadapan di KUHAP ini," tegasnya.


Perkembangan Terkini


Hingga saat ini, sekitar 150 pasal RUU KUHAP telah disisir dan dirapikan penulisannya. Proses penyisiran ini akan dilanjutkan pada Senin (14/7) dengan Timus dan Timsin DPR dan pemerintah yang akan terus bekerja sama.


Setelah proses sinkronisasi selesai, Habiburokhman mengatakan, hasil perumusan akan diserahkan kepada Panitia Kerja (Panja) untuk dikaji ulang sebelum akhirnya diserahkan ke Komisi III. "Kami berharap lebih banyak informasi yang bisa tersampaikan dan dipahami masyarakat. Kami di sini bekerja secermat mungkin," jelasnya. (bia/aha)

BERITA TERKAIT
Jika RUU KUHAP Gagal Disahkan, Korban KUHAP 1981 Akan Terus Berjatuhan
16-07-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta —Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP)...
Menuju Regulasi Berkeadilan Melalui Revisi UU Narkotika
16-07-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Revisi Undang-Undang Narkotika dinilai menjadi tonggak penting dalam menciptakan regulasi narkotika yang berkeadilan di Indonesia. Hal tersebut...
Abdullah Minta Polisi Bongkar Tuntas Sindikat Pengoplos Beras
15-07-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah meminta Kepolisian untuk membongkar kasus temuan 212 merek beras yang diduga...
Tanggapi Aksi Unjuk Rasa, Komisi III: Pembahasan RUU KUHAP Tidak Berada di ‘Ruang Gelap’
15-07-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana...