Fenomena Joki Praktik ‘Bohongi Diri’ yang Gerus Kualitas SDM
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap maraknya fenomena "joki" atau penggunaan jasa orang lain dalam mengerjakan tugas akademik di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Ia menyebut praktik instan ini sebagai bentuk kebohongan terhadap diri sendiri yang secara langsung dapat menggerus kualitas sumber daya manusia (SDM) dan membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia anjlok.
Komentar tegas ini disampaikan untuk menanggapi tren budaya instan di kalangan generasi muda yang lebih mengejar hasil akhir ketimbang proses belajar.
“Sudah bukan masanya lagi kita hanya mengejar formalitas ijazah, yang penting punya gelar S1 lalu dipamerkan. Saya kira itu sudah membohongi diri sendiri,” ujar Fikri Faqih di Jakarta, kepada Parlementaria, Senin (21/7/2025).
“Makanya IPM kita bisa jeblok jika terus mengandalkan cara seperti itu,” tambah legislator dari daerah pemilihan (Dapil) IX Jawa Tengah (Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes) ini.
Menurut Fikri, di tengah era kecerdasan buatan (AI) dan disrupsi teknologi, ijazah tanpa penguasaan substansi dan kapabilitas (kemampuan) yang nyata tidak lagi memiliki nilai. Kompetensi, bukan sekadar gelar, adalah kunci untuk bersaing.
“Apa gunanya sarjana kalau secara substansi dia tidak punya kemampuan? Di samping otoritas (kewenangan formal), yang terpenting adalah kapabilitas atau kemampuan,”tegasnya.
Lebih lanjut, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan bahwa dunia modern yang penuh ketidakpastian menuntut sistem pendidikan yang adaptif. Atas hal ini, Fikri kemudian merujuk pada konsep VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) yang menggambarkan tantangan zaman sekarang.
“Pendidikan kita harus adaptif dengan problematika aktual. Pekerjaan tidak hanya butuh hard skill, tetapi juga soft skill untuk bisa bertahan di era disrupsi yang VUCA ini,” jelasnya.
Ironisnya, Fikri menyebut fenomena perjokian bukanlah masalah baru. Praktik ini adalah persoalan lama yang terus berulang dan menunjukkan adanya masalah sistemik dalam dunia pendidikan yang belum terselesaikan.
“Ini kan masalah yang sudah lama. Kalau sekarang berulang lagi, artinya kita masuk ke lubang yang sama dari tahun ke tahun,” pungkasnya. (tn/aha)