Timwas Usulkan 14 Syarikah Sesuai Embarkasi dan Pengawasan Haji dari Awal
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengusulkan agar penyelenggaraan haji ke depan dilakukan secara lebih terstruktur dan profesional, salah satunya melalui penugasan satu syarikah untuk setiap embarkasi jemaah haji Indonesia. Hal ini disampaikan sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh hasil pengawasan Timwas Haji 2025, yang akan dibawa ke Rapat Pimpinan DPR RI sebelum dibacakan dalam Rapat Paripurna.
“Usulan yang mengemuka tadi adalah agar setiap satu embarkasi dilayani oleh satu syarikah. Artinya, dengan 14 embarkasi yang ada di Indonesia, akan ada 14 syarikah berbeda yang ditugaskan, dan semuanya harus yang tidak punya catatan wanprestasi,” tegas Cucun kepada Parlementaria usai penyelenggaraan rapat evaluasi internal di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Menurut Cucun, pendekatan multisyarikah ini akan mendorong kompetisi sehat antarpenyedia layanan dan memperkuat tanggung jawab masing-masing syarikah terhadap kualitas layanan. Ia menambahkan, dalam klausul kontrak harus ditetapkan skema retensi dana bagi syarikah yang terbukti wanprestasi, guna menjamin akuntabilitas.
“Kalau ada syarikah yang wanprestasi, maka dana retensi itu bisa ditahan atau dipotong. Ini akan dituangkan tidak hanya dalam laporan Timwas, tapi juga dalam substansi revisi Undang-Undang Haji yang sedang kami bahas,” jelas Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi PKB ini.
Selain soal syarikah, Cucun juga menyoroti kelemahan sistem pengawasan ibadah haji selama ini. Ia mengusulkan agar pembentukan Timwas Haji DPR RI tidak dilakukan mendekati masa keberangkatan haji, melainkan sejak awal proses, seperti saat dimulainya pelunasan biaya haji.
“Selama ini Timwas baru dibentuk dua bulan menjelang keberangkatan. Ke depan harus sejak awal. Misalnya saat pelunasan biaya haji, kita sudah bisa awasi apakah datanya akurat atau dimanipulasi. Jangan sampai ada jemaah yang bisa berangkat karena kedekatan dengan penyelenggara,” ujarnya.
Cucun menambahkan bahwa pengawasan sejak awal sangat penting mengingat selama ini ditemukan potensi penyalahgunaan data, seperti jemaah yang tidak mampu melunasi tetapi digantikan oleh pihak lain tanpa mengikuti urutan prioritas secara adil.
Ia menyarankan agar sistem pengawasan haji ke depan menjadi kolaboratif antara DPR, pengawas internal Kementerian Agama, dan Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang akan mulai beroperasi tahun 2026. Dengan demikian, seluruh tahapan haji mulai dari administrasi hingga kontrak layanan bisa diawasi secara menyeluruh.
“Kalau sinergi ini dibangun sejak awal, maka pelayanan kepada jemaah bisa lebih optimal dan akuntabel. Ini akan menjadi catatan penting dalam laporan Timwas yang akan kami bacakan di paripurna nanti,” tutupnya. (rdn)