RUU KUHAP Didorong Perkuat Hak Korban dan Tersangka dalam Sistem Hukum
PARLEMENTARIA, Bandung — Anggota Komisi III DPR RI Benny Utama menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) diarahkan untuk memperkuat hak-hak warga negara, baik sebagai tersangka maupun sebagai korban dalam proses penegakan hukum.
“Dalam sistem hukum kita, posisi tersangka itu sangat lemah ketika berhadapan dengan negara melalui aparat penegak hukum. Di sisi lain, korban juga sering kali tidak mendapatkan pemulihan yang memadai atas kerugian yang dialaminya. KUHAP yang baru harus hadir untuk mengatasi ketimpangan ini,” ujar Benny usai mengikuti Kunjungan Kerja Komisi III DPR RI ke Bandung, Kamis (3/7/2025).
Menurutnya, KUHAP yang selama ini berlaku belum cukup menjamin keseimbangan antara kekuasaan negara dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara. Ia menyebut perlunya penguatan pendampingan hukum bagi tersangka, termasuk keterlibatan aktif pengacara sejak proses pemeriksaan awal.
“Pengacara tidak hanya boleh hadir, tapi juga harus bisa aktif mendampingi kliennya sejak awal. Itu penting agar posisi tersangka tidak sepenuhnya dalam tekanan negara,” jelas legislator dari Dapil Sumatera Barat II itu.
Sementara untuk korban, Benny menekankan pentingnya menghadirkan keadilan yang utuh, terutama dalam skema restorative justice (RJ). Ia menyebut bahwa ke depan, KUHAP harus menjadi satu-satunya rujukan dalam penerapan RJ yang adil dan seragam.
“Selama ini pelaksanaan RJ tidak seragam. Ada peraturan Kapolri, ada Perma, ada Peraturan Jaksa Agung. Kita ingin KUHAP yang baru menyatukan semua itu agar tidak ada lagi tafsir yang berbeda-beda,” tegasnya.
Ia menambahkan, pemulihan hak korban harus menjadi syarat utama dalam penyelesaian perkara secara restoratif. Misalnya, kerugian materiil harus diganti terlebih dahulu oleh pelaku sebelum perkara dinyatakan selesai.
“Korban itu harus pulih dulu haknya. Jangan sampai karena perkara ringan, lalu dianggap selesai tanpa mempertimbangkan dampak psikologis dan materiil yang dirasakan korban. Itu yang ingin kita benahi dalam KUHAP ini,” pungkasnya.
Komisi III DPR RI terus membuka ruang diskusi dan penyampaian aspirasi dari berbagai pihak selama proses pembahasan RUU KUHAP, termasuk dari kalangan akademisi, aparat penegak hukum, dan mahasiswa di Jawa Barat. (aha)