Firman Soebagyo Dorong Pemerintah Jadikan Singkong Komoditas Strategis
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo, menyayangkan sikap pemerintah yang dinilainya abai terhadap tingginya volume impor gandum yang selama ini cenderung dimonopoli oleh kelompok oligarki. Menurutnya, di tengah potensi besar komoditas lokal seperti singkong, kondisi ini mencerminkan ketimpangan kebijakan pangan nasional.
“Pemerintah seolah tutup mata dan telinga terhadap impor gandum dalam jumlah besar. Padahal singkong memiliki asas manfaat luar biasa dan bisa menjadi substitusi pangan,” tegas Firman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI bersama Gubernur Lampung dan Ketua Perhimpunan Pengusaha Tepung Tapioka Indonesia, di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/6/2025).
Dalam rapat tersebut, Gubernur Lampung dan perwakilan pengusaha tepung tapioka menyampaikan keluhan terkait minimnya perhatian pemerintah terhadap komoditas lokal seperti singkong, yang sejatinya memiliki potensi besar sebagai pangan alternatif nasional.
Firman menyebut singkong sebagai salah satu komoditas strategis yang memberi manfaat nyata, baik bagi negara maupun masyarakat. Namun, persoalan yang dihadapi petani singkong tidak hanya terjadi di Lampung, melainkan juga di berbagai daerah lain di Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Firman mengusulkan agar singkong secara tegas dimasukkan ke dalam kategori bahan baku pangan strategis yang dilindungi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komoditas Strategis yang tengah dibahas DPR.
“Singkong harus masuk dalam berbagai elemen regulasi, baik di RUU Komoditas Strategis maupun di RUU Energi Baru Terbarukan, sebagai bahan baku energi seperti bioetanol, biogas, dan biodiesel,” jelasnya.
Ia juga mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kinerja kementerian terkait serta menetapkan kebijakan harga yang berpihak pada petani dan rakyat Indonesia.
“Apa salahnya negara menentukan harga eceran tertinggi dan terendah untuk produk pertanian? Kalau lebih mahal 10–12 persen, toh itu untuk rakyat Indonesia, bukan rakyat luar negeri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Firman menekankan bahwa singkong tidak hanya bernilai sebagai pangan pengganti, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi bahan baku industri, seperti kertas dan energi terbarukan.
“Potensi singkong luar biasa, tapi sayangnya pemerintah belum bergeming untuk melihatnya secara serius,” pungkasnya. (hal/rdn)