Sabam Sinaga: Keputusan MK Momentum Rekonstruksi Biaya Pendidikan dalam RUU Sisdiknas
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Sabam Sinaga menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembebasan biaya pendidikan di sekolah swasta sebagai momentum krusial untuk merekonstruksi sistem pembiayaan pendidikan dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Hal ini disampaikannya dalam Forum Legislasi bertema "RUU Sisdiknas untuk Sistem Pendidikan yang Inklusif dan Berkeadilan," yang diselenggarakan Koordinatoriat Wartawan Parlemen bersama Biro Pemberitaan DPR RI.
Sabam menilai keputusan MK ini sebagai "berkah" yang membuka jalan bagi perbaikan signifikan dalam revisi undang-undang pendidikan. "Ini menjadi menarik bagi kita semua. Saya melihat keputusan MK tersebut sebagai satu berkah yang menjadi momentum perbaikan dalam revisi undang-undang yang sedang disusun. Perlu ada pembahasan lebih lanjut terhadap implikasinya," ujar Sabam di Ruang PPIP, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (3/6/2015) baru-baru ini.
Lebih lanjut, Sabam menyoroti ketidakadilan dalam distribusi anggaran pendidikan. Ia mengungkapkan bahwa Komisi X DPR RI menemukan sebagian besar alokasi anggaran 20% dari APBN yang seharusnya untuk pendidikan, justru tersebar di luar kementerian teknis. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan implementasi di lapangan.
"Dalam postur anggaran, kami temukan porsi anggaran yang besar tersebar di luar kementerian teknis. Meski secara total disebut 20 persen dari APBN, sebarannya tidak mencerminkan keadilan dalam pelaksanaan di lapangan," paparnya.
Ketimpangan ini, kata Sabam, sangat mencolok pada level perguruan tinggi. Berdasarkan data dari rapat dengar pendapat umum (RDPU), biaya pendidikan yang dikeluarkan pemerintah untuk satu mahasiswa di kementerian atau lembaga non-teknis bisa 14 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) atau swasta (PTS).
"Ada perbandingan yang sangat mencolok, yakni 1 banding 13,8. Artinya, biaya yang dikeluarkan negara untuk mahasiswa di lembaga tertentu jauh lebih besar. Ini menjadi pertanyaan besar dalam konteks keadilan anggaran pendidikan," tegas Legislator Fraksi Partai Demokrat ini.
Sabam juga mempertanyakan urgensi keberadaan lembaga pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian non-pendidikan, seperti Poltekkes di bawah Kementerian Kesehatan. Menurutnya, program studi serupa sudah tersedia di PTN maupun PTS, sehingga keberadaan lembaga-lembaga ini perlu dikaji ulang dalam pembahasan RUU Sisdiknas.
"Contohnya di Kementerian Kesehatan, ada Poltekkes hampir di setiap provinsi. Padahal sudah ada PTN dan PTS yang menyelenggarakan pendidikan serupa. Apakah ini masih perlu? Ini yang harus dikaji dalam pembahasan revisi UU Sisdiknas," jelasnya.
Forum Legislasi ini diharapkan dapat menjadi ruang diskusi penting untuk menghasilkan regulasi pendidikan yang adil, inklusif, dan berorientasi pada pemerataan kualitas di seluruh Indonesia.
Turut hadir narasumber dalam Forum Legislasi yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen bersama Biro Pemberitaan Parlemen tersebut diantaranya Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Atip Latipulhayat, Anggota Komite III DPD RI Lia Istifhama dan Moderator Wartawan Lintaslampung.com Heri Suroyo. (pun)