Bonnie Triyana: Pasuruan Butuh Perbaikan Infrastruktur dan Kualitas Guru
PARLEMENTARIA, Pasuruan — Komisi X DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) Pendidikan di Daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) dan Daerah Marginal melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kota Pasuruan, Jawa Timur, Kamis (15/5/2025). Kunjungan ini sebagai bagian dari upaya menyusun kebijakan yang inklusif dan berkeadilan di sektor pendidikan.
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menegaskan bahwa meskipun Kota Pasuruan tidak termasuk wilayah terpencil, kualitas pendidikan di sana masih menghadapi berbagai persoalan mendasar, terutama dalam hal infrastruktur dan kompetensi tenaga pendidik.
"Pasuruan masuk kategori daerah marginal. Secara geografis dekat dengan pusat ibu kota provinsi, tetapi kualitas infrastrukturnya masih jauh tertinggal," ujar Bonnie saat meninjau langsung SD Negeri Kandang Sapi dan SMP Negeri di Kota Pasuruan.
Dalam peninjauan tersebut, ditemukan sejumlah bangunan sekolah yang mengalami kerusakan serius. Di SDN Kandang Sapi, atap sekolah dilaporkan bocor dan beberapa ruang kelas tidak layak pakai, yang tentunya mengganggu kenyamanan dan keamanan proses belajar-mengajar.
Permasalahan Guru dan Kompetensi
Selain infrastruktur, rasio guru dan siswa serta kualitas guru menjadi perhatian. Bonnie menyampaikan bahwa di beberapa sekolah, guru terpaksa mengajar mata pelajaran di luar bidang keahliannya akibat kekurangan tenaga pengajar yang kompeten. Data dari Kemendikbudristek tahun 2024 mencatat bahwa hanya sekitar 62,8% guru di wilayah marginal telah memenuhi kualifikasi pendidikan minimal S1/D4, angka yang masih jauh di bawah rata-rata nasional sebesar 84,6%.
PIP dan Kesenjangan Sosial
Dalam dialog dengan siswa, terungkap bahwa banyak dari mereka berasal dari keluarga berpenghasilan rendah. Dua siswa yang ditemui Bonnie berasal dari keluarga nelayan tanpa perahu dan pengepul barang rongsokan. Ia menekankan pentingnya distribusi tepat sasaran dari Program Indonesia Pintar (PIP) untuk menjaga anak-anak dari kelompok rentan tetap bisa mengakses pendidikan.
"PIP harus menjangkau siswa dari keluarga miskin. Itu bentuk nyata negara hadir di sektor pendidikan," tegasnya.
Ketimpangan dan Tantangan Pendidikan di Daerah Marginal
Berdasarkan catatan Panja Pendidikan, Kota Pasuruan mencerminkan potret umum tantangan pendidikan di daerah marginal. Tingkat Partisipasi Sekolah (TPS) dan Angka Melek Aksara usia 15 tahun ke atas masih tergolong rendah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) di Pasuruan pada 2023 tercatat hanya 7,6 tahun, di bawah rerata Provinsi Jawa Timur sebesar 8,7 tahun.
Beberapa pokok persoalan lain yang diangkat Panja antara lain: Tingginya angka putus sekolah, terutama di jenjang SMP dan SMA. Rendahnya tingkat literasi dan numerasi yang berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan yang layak dan mendukung pembelajaran.
Langkah Strategis dan Rekomendasi
Kunjungan kerja ini merupakan bagian dari rangkaian agenda Panja untuk menghimpun data empiris dan menyerap aspirasi pemangku kepentingan. Tujuannya, agar Komisi X DPR RI dapat merumuskan kebijakan strategis untuk menutup kesenjangan pendidikan di daerah marginal seperti Pasuruan.
“Kami ingin memastikan pendidikan menjadi hak semua warga negara, bukan hanya mereka yang tinggal di kota-kota besar. Harus ada intervensi negara secara bertahap, baik dari aspek sarana, guru, maupun dukungan sosial ekonomi siswa,” tutup Bonnie.
Komisi X DPR RI berharap hasil kunjungan ini menjadi dasar dalam menyusun rekomendasi kebijakan kepada pemerintah pusat dan daerah agar mutu pendidikan di seluruh pelosok Indonesia dapat setara dan merata. (ssb/rdn)