Menggali Potensi Wilayah Perbatasan Jadi Kunci Peningkatan Penerimaan Negara
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wilayah perbatasan Indonesia menyimpan potensi besar bagi penerimaan negara. Walakin, wilayah tersebut kerap kali menghadapi tantangan serius terkait kebocoran transaksi ilegal dan minimnya pengawasan. Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Jazilul Fawaid menyoroti hal ini usai mengikuti agenda Kunjungan Kerja Spesifik Banggar DPR RI ke Kalimantan Barat, sebagai salah satu provinsi dengan perbatasan darat terpanjang di Indonesia.
“Kalimantan Barat memiliki perbatasan sepanjang 900 kilometer dengan hanya sembilan pintu resmi. Sementara itu, ada lebih dari 200 jalur ilegal yang digunakan untuk perdagangan barang, termasuk barang ilegal dan penghindaran pajak,” ujar Jazilul kepada Parlementaria usai mengikuti agenda Kunjungan Kerja Banggar DPR RI ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (28/11/2024).
Menurut Jazilul, kebocoran penerimaan negara akibat aktivitas perdagangan ilegal di wilayah perbatasan menjadi tantangan utama. Barang-barang ilegal yang masuk, tidak hanya merugikan ekonomi, tetapi juga menjadi ancaman bagi keamanan nasional.
“Perdagangan ilegal ini tidak hanya melibatkan barang-barang haram, tetapi juga barang konsumsi yang menghindari pajak. Jika jalur-jalur ilegal ini bisa ditutup, potensi penerimaan negara dari sektor ini akan meningkat signifikan,” tegasnya.
Oleh karena itu, guna mengoptimalkan potensi wilayah perbatasan, dirinya mendorong pemerintah meningkatkan alokasi sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur di daerah perbatasan. Ia pun berharap kehadiran aparat yang cukup disertai dengan dukungan teknologi, seperti pengawasan berbasis sinyal dan satelit, bisa menutup celah jalur ilegal.
“Selain menutup jalur ilegal, kita juga harus mengembangkan infrastruktur pelabuhan dan perdagangan di perbatasan agar menjadi pusat ekonomi”
“Pemerintah harus menambah personel di wilayah perbatasan, melengkapi mereka dengan teknologi pengawasan yang canggih, dan memberikan dukungan penuh kepada otoritas seperti Bea Cukai dan Ditjen Pajak. Dengan begitu, jalur perdagangan resmi dapat dimaksimalkan,” terangnya.
Politisi Fraksi PKB itu juga menekankan wilayah perbatasan tidak hanya menjadi garis terluar negara, tetapi juga pintu gerbang ekonomi. Perdagangan lintas batas yang legal, sebutnya, dapat menjadi sumber penerimaan baru bagi negara, terutama melalui pajak impor, ekspor, dan cukai.
“Selain menutup jalur ilegal, kita juga harus mengembangkan infrastruktur pelabuhan dan perdagangan di perbatasan agar menjadi pusat ekonomi. Potensi daerah ini sangat besar jika dimanfaatkan dengan baik,” ujar Jazilul.
Oleh karena itu, pemerintah pusat dan DPR, baginya, harus bisa bersinergi memberikan perhatian lebih pada pengelolaan wilayah perbatasan. Tidak hanya untuk meningkatkan penerimaan negara, imbuhnya, akan tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil.
Ia menyakini, penguatan pengawasan, penambahan infrastruktur, dan peningkatan kapasitas SDM di wilayah perbatasan, peluang Indonesia untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor ini terbuka lebar. Langkah ini diharapkan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan ekonomi yang tangguh dan berdaya saing.
“Kita tidak bisa membiarkan potensi sebesar ini terbuang percuma. Dengan pengelolaan yang tepat, wilayah perbatasan bisa menjadi motor baru bagi perekonomian nasional,” tandas Jazilul. (ums/rdn)