Tanah Bertuan tapi Terlantar: Komisi II DPR Temukan Anomali Tata Ruang di NTB
PARLEMENTARIA, Lombok - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, mengungkapkan sejumlah permasalahan serius dalam sektor pertanahan dan tata ruang saat melakukan kunjungan kerja pengawasan ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam pertemuan dengan pejabat eselon I, Kepala Kanwil, dan seluruh Kepala Kantor Pertanahan se-NTB, ia menyampaikan keprihatinannya terhadap banyaknya lahan berstatus Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dibiarkan terbengkalai.
“Banyak HGU dan HGB sudah diterbitkan, namun tidak dimanfaatkan oleh pemegang hak. Ini disebabkan oleh tingginya biaya investasi atau konflik dengan masyarakat setempat, yang membuat iklim usaha tidak kondusif,” ujar Rifqi kepada Parlementaria di Lombok, NTB, Rabu (28/5/2025)
Salah satu kasus paling mencolok terjadi di Gili Trawangan, destinasi pariwisata unggulan NTB. Menurut Rifqi, banyak hotel dan restoran di sana telah memiliki alas hak sah sejak tahun 1980-an, namun sejak 2021, kawasan tersebut secara sepihak ditetapkan sebagai kawasan hutan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Sekarang secara yuridis, mereka dianggap menempati kawasan ilegal. Padahal kita semua tahu kawasan itu sudah sejak lama dikembangkan sebagai kawasan wisata. Ini tentu menjadi ancaman besar terhadap investasi dan juga ketertiban administrasi pertanahan,” tegasnya.
Masalah ini, lanjutnya, tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga merugikan negara dari sisi penerimaan pajak. “Jika pemegang manfaat atas lahan memiliki alas hak yang sempurna, maka mereka wajib membayar pajak. Tapi sekarang, karena status hukum tidak jelas, negara justru kehilangan potensi pemasukan yang besar.” ungkap Rifqi
Komisi II DPR RI, kata Rifqi, akan segera menindaklanjuti persoalan Gili Trawangan dengan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Pemerintah Provinsi NTB, Menteri ATR/BPN, dan Menteri KLHK. Ia menyebutkan bahwa pihaknya menunggu surat resmi dari Gubernur NTB sebagai dasar fasilitasi tersebut.
Perlu diketahui, Komisi II kini juga tengah mendorong reformasi pengawasan terhadap BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) dan BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) di daerah, termasuk pengawasan kinerja dan keuangan. “Kami mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk bekerja sama dengan KemenPANRB agar Dirjen Pembinaan dan Pengawasan BUMD-BLUD bisa dibentuk dan berfungsi optimal,” kata Politisi Fraksi Partai NasDem itu.
Berangkat dari upaya-upaya ini, ia menekankan bahwa DPR RI melalui Komisi II DPR siap menyesuaikan regulasi terkait sebagai bagian dari fungsi legislasi agar pengelolaan pertanahan, tata ruang, serta entitas bisnis milik daerah menjadi lebih akuntabel dan mendukung pembangunan daerah. (Gys/um)